- Back to Home »
- Customisasi , Kampoes »
- PEMIKIRAN TASAWUF WALISONGO
Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah
July 31, 2016
PEMIKIRAN TASAWUF
WALISONGO
(Paham Sufisme dalam ajaran Wali Songo)
Oleh
: Fitrah Ali Yusuf Abdillah
Jurusan
: Aqidah Filsafat
Semester
: VIII
Ditujukan
untuk memenuhi persyaratan
Sidang
komprehensif
IAIN SYEKH NURJATI
CIREBON 2016
Corak Pemikiran Tasawuf Wali Songo
Keberhasilan penyebaran Islam di Jawa, tidak lepas dari peran para ulama sufi, yang
tergabung dalam wali songo. Proses
islamisasi yang dilakukan Walisongo berlangsung sekitar abad ke-15 atau pada
masa Kesultanan Demak.
Arti kata Wali
berarti, pembela, teman dekat, dan pemimpin.Dalam penerapannya, kata ini
diartikan sebagai orang yang dekat dengan Allah. “Waliyulloh” Adapun kata Songo
secara umum diartikan sebagai sembilan wali yang dianggap telah dekat dengan
Allah, yang terus-menerus beribadah, dan memiliki kekeramatan dan kemampuan
lain di luar kebiasaan manusia.[1]
Dan diantara 9 Wali Songo Iyalah Sunan
Gresik.wafat di Gresik tanggal 12 Robiul Awal 822 Hijriyah atau 1141
Masehi.Nama lengkapnya adalah Maulana Malik Ibrahim.Selanjutnya ialah Sunan
Ampel lahir di campa, Aceh tahun 1401 dan wafat di Ampel tahun 1481.Beliau
adalah penerus cita-cita perjuangan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Ampel.Beliau terkenal sebagai perancang pertama kerajaan Islam di Jawa dan dialah
yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak Ia juga mendirikan
Pesantren pertama di Jawa Timur yaitu Pesantren Ampel Denta didekat Surabaya.[2]
Berikutnya ialah Sunan Bonang, lahir di Ampel
Surabaya tahun 1465 dan wafat di Tuban tahun 1525.Ia dianggap sebagai pencipta
gending pertama untuk mengembangkan ajaran Islam di pesisir Utara Jawa Timur.
Sunan Bonang dan begitu pula para wali lainnya dalam menyebarkan agama Islam
selalu menyesuaikan diri dengan corak dan kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat
menggemari wayang dan musik gamelan.Syair syair lagu gamelan karya para wali
ini berisi mengenai pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dan di setiap bait lagu, selalu diselingi syahadatain dan
Gamelan yang mengiringinya disebut sekaten.
Selanjutnya adalah Sunan Giri, lahir di
Blambangan pada pertengahan abad ke-15 dan wafat di Giri tahun 1506.Nama
aslinya adalah Raden Paku. Beliau juga disebut Sultan Abdul Faqih.Sunan Giri
dan Sunan Bonang ketika itu mampir di Pasai untuk memperdalam pengetahuan
keislaman, dimana Pasai pada masa itu
menjadi tempat berkembangnya ilmu tauhid, keimanan, dan ilmu tasawuf.
Wali berikutnya ialah Sunan Drajat, lahir di
Ampel Denta sekitar tahun 1470 dan wafat di Sedayu Gresik pada pertengahan abad
ke-16.Nama aslinya adalah Raden Kosim atau Syarifudin. hal yang paling menonjol
dalam dakwah Sunan Drajat adalah mengenai perhatiannya yang sangat serius pada
masalah-masalah sosial, sehingga Ia dikenal berjiwa sosial.Ia juga dikenal
sebagai pencipta tembang Jawa yaitu tembang pangkur yang hingga saat ini masih
banyak digemari masyarakat.
Salah satu pemikiran kesufian Sunan Drajat yang menonjol
adalah upaya menyadarkan manusia dari Ambisi jabatan dan kedudukan yang akan
mendorong manusia untuk menikmati dunia dengan pola hidup berfoya-foya dan
memuaskan nafsu perut.Ia berpendapat bahwa perut adalah sumber segala syahwat
dan penyakit jasmani dan rohani.Apabila perut itu diisi makanan dan minuman
yang enak maka timbulah nafsu serakah yang kemudian timbulah nafsu-nafsu yang
lain seperti syahwat kelamin, meminum yang memabukan, perjudian dan lain-lain.
Karena pola hidup mewah harus dicapai dengan jalan menguasai
pangkat dan kedudukan, maka orang-orang berlomba mengejar pangkat dan kedudukan
meskipun dengan jalan ke dzaliman kecurangan dan lain-lain.Untuk itulah Sunan
Drajat selalu menyuruh santrinya agar memelihara perutnya.Makan dan minum
sekedarnya dan tidak berlebihan.Makan dan minum tidak sembarangan tetapi yang
suci dan halal agar zat-zat dalam darah yang terbentuk dari nya menjadi bersih
untuk perbuatan anggota badan sehingga menumbuhkan kejernihan berfikir. Sunan
Drajat mengingatkan bahwa orang Islam hanya layak makan satu porsi untuk
sekedar menghilangkan lapar.Hal ini tentu berbeda dengan orang munafik yang
makan dengan ukuran tujuh perutnya.Konsep pemikiran ini hampir sama dengan
pemikiran tasawuf Al Ghazali.
Waliyullah yang selanjutnya ialah Sunan
Kalijaga lahir pada akhir abad ke-14 dan wafat pertengahan abad ke-15.Beliau
terkenal sebagai wali yang berjiwa besar berwawasan luas berfikiran tajam dan
berasal dari suku Jawa asli.Sunan Kalijaga bernama asli Raden Mas syahid.
Cakupan dakwah sunan Kalijaga amatlah luas.Ia berkeliling dari satu daerah ke
daerah yang lain.Karena dakwahnya yang sangat intelek, para bangsawan dan
cendekiawan sangat bersimpati kepadanya termasuk lapisan masyarakat awam dan
para penguasa.Sunan Kalijaga pun berjasa dalam perkembangan wayang Purwa atau
wayang kulit yang bercorak Islami seperti sekarang ini.Ia juga berjasa dalam
membuat corak batik bermotif burung “kukula”
kata tersebut ditulis dalam bahasa Arab menjadi Qu dan Qila yang berarti “peliharalah ucapanmu sebaik-baiknya”.[3]
Salah satu pemikiran kesufian yang ditampilkan Sunan Kalijaga
adalah mengenai konsep ”zuhud”.Pemikiran
zuhudnya bermula dari upaya membangun kesadaran masyarakat pada arti bekerja
dan beramal.Orang harus bekerja Apa saja asalkan layak bagi martabat manusia
bekerja untuk memperoleh makanan yang halal dan pantas untuk dirinya dan
keluarganya.Manusia berupaya keras untuk memperoleh kekayaan tetapi tetap
diingatkan agar tidak hidup mewah dan Royal terhadap harta.Harta yang
sesungguhnya ialah digunakan untuk menunaikan kewajiban zakat, haji dan, ibadah
lainnya.Mencari harta dan kekayaan tidak boleh menggunakan Jalan tercela.Oleh
sebab itu sekalipun harta dunia ini penting, tetapi harus diperoleh dengan cara
yang halal dan menjauhi cara yang haram bahkan syubhat.Dibandingkan dengan
keutamaan akhirat maka dunia macam apapun sesungguhnya amatlah kecil Itulah
arti dari sikap zuhud yang
dikonsepsikan oleh Sunan Kalijaga.[4]
Wali Yang ke tujuh adalah Sunan Kudus, lahir di
Kudus pada abad ke 15 dan wafat tahun 1550. Nama aslinya adalah Jafar
Sodiq.Menurut silsilahnya Sunan Kudus masih mempunyai hubungan keturunan dengan
nabi Muhammad saw.Sunan Kudus mendapat julukan Wali Al Ilmi (orang yang luas ilmunya).Oleh karena itu, ia didatangi
oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di nusantara.Ia juga pernah
menjadi panglima perang Kesultanan Demak. Ia juga menciptakan berbagai cerita
keagamaan, dan yang paling terkenal adalah gending Maskumambang dan Mijil.
Selanjutnya ialah Sunan Muria lahir abad
ke-15.Ia adalah Putra Sunan Kalijaga dan berjasa menyiarkan Islam di pedesaan
pedesaan di pulau Jawa.nama aslinya adalah Raden Umar Said sedangkan nama
kecilnya adalah Raden Prawoto .Dalam rangka berdakwah melalui budaya, ia adalah
yang menciptakan tembang dakwah Sinom dan Kinanti.Sunan Muria mencerminkan
seorang sufi yang zuhud yang memandang sangat kecil pada dunia ini.Oleh sebab
itu ia tidak silau terhadapnya kegiatannya sehari-hari adalah mengasuh dan
mendidik para santri yang ingin menyelami ilmu tasawuf didampingi oleh putranya
Raden Santri.Seperti halnya sufi-sufi yang lain, Sunan Muria mencerminkan
pribadi yang menempatkan rasa cintanya kepada Allah SWT diatas segala-galanya.Sepanjang
hidupnya dihabiskan untuk memuja dan memuji Allah SWT.Hal itu sangat
menyenangkan jiwanya dan memancarkan wajah menyimpan banyak Firasat.Ia melihat
sekeliling dengan empat mata, dua mata di kepala untuk melihat dunia di
sekitarnya, dan dua mata di hatinya untuk melihat kebenaran dan kemuliaan.Cahaya
pandangnya senantiasa jauh menembus ke alam yang tak terjangkau oleh akal
pikiran.Ia selalu memohon kepada Allah “ya Tuhan beri aku Nur (Cahaya) dan tambahkan lah cahaya itu, beri aku cahaya di hati,
telinga ,mata, rambut, daging, dan tulang bahkan di setiap butiran darah dan
sel-sel saraf sekalipun.Dalam doanya selalu terselip “Ya Allah aku memohon
cintamu dan cintanya orang-orang yang mencintaimu".
Sunan Muria juga mengajarkan tata krama dzikir di bawah
bimbingan tasawuf Sunan Muria. Orang-orang membenamkan dirinya untuk berdzikir
kepada Allah hatinya senantiasa Ingat kepada Allah sambil dilisankan oleh
bibirnya yang tak pernah kering mengucapkan kalimat Toyibah dan kalimat
Risalah.Tangannya tak pernah berhenti menghitung butiran butiran tasbih
terkadang diiringi goyangan lirih badannya dari kanan ke kiri sebanyak hitungan
dzikir yang dilisankan dengan suara pelan dan syahdu.Itulah tata krama yang diajarkan
oleh Sunan Muria dan wali-wali yang lain.Sunan Muria seperti Sufi lainnya,
selalu mendambakan Kerinduan hatinya akan memperoleh keridhaan Allah
SWT.Seperti halnya para sufi Al-Mutahabbun yang lain.Sunan Muria bersama
santrinya mengisi hari-hari lenggangnya di Tanjung Jepara yang terpencil dari
keramaian duniawi untuk berdzikir dan berdoa sepanjang pagi hingga malam,
sepanjang hari sepanjang bulan, dengan tidak meninggalkan ibadah yang lain, dan
hak-hak manusiawi yang hidup dalam masyarakat.
Wali Yang Terakhir ialah Sunan Gunung Jati,
lahir di Mekkah tahun 1448 dan wafat di Gunung Jati Cirebon Jawa Barat.Beliau banyak
berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa terutama di Jawa Barat.Nama
aslinya Syarif Hidayatullah Ia adalah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan
Banten Sunan Gunung Jati adalah cucu Raja Padjajaran Prabu Siliwangi ,dari
perkawinan Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang. Sunan Gunung Jati
mengembangkan agama Islam ke daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka,
Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa dan Banten.Ia Meletakkan dasar
pengembangan Islam dan perdagangan orang-orang Islam di Banten tahun 1525 atau
1526.Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya yakni
Sultan Maulana Hasanuddin.Yang kemudian menurunkan raja-raja Banten. menurut Purwaka Caruban Nagari, Sunan Gunung Jati
mendapat penghormatan dari raja-raja lain di Jawa seperti Demak dan pajang.Ia
diberi gelar Raja Pandita karena
kedudukannya sebagai raja dan ulama.
Dari pemikiran dan praktek-praktek tasawuf di atas, dapat
disimpulkan bahwa corak tasawuf yang dianut oleh para Wali itu adalah tasawuf
sunni.Misalnya Al Ghazali.Para wali sering menjadikan karya-karya Al Ghazali
sebagai referensi mereka.Bukti nyata mengenai hal itu terdapat dalam manuskrip
yang ditemukan di Drewes yang diperkirakan ditulis pada masa transisi dari
hinduisme pada masa Islam pada masa Wali Songo masih hidup.Dalam manuskrip yang
menguraikan tasawuf itu, terdapat beberapa paragraf cuplikan dari kitab Bidayah
al-hidayah karya al-ghazali.Ini menunjukkan bahwa tasawuf sunni berpengaruh
pada saat itu.Lebih dari itu informasi tertulis mengenai ajaran Walisongo
sangat bertentangan dengan pemikiran panteisme.Demikian pula tulisan generasi
berikutnya yang meriwayatkan diri dari tulisan-tulisan Ibnu Arabi seperti Futuhat
Al Makkiyah dan Fushus Al Hikam.[5]
Kesimpulan
Dari apa yang dijelaskan diatas bahwa masuk Islam di Pulau
Jawa tidak dapat dilepaskan dalam konteks masuknya Islam di
Nusantara.Masyarakat banyak menyebut bahwa Pulau Jawa adalah Pulaunya Wali
Songo.Para sejarawan sepakat bahwa kerajaan Islam pertama yang berdiri di Pulau
Jawa ialah kerajaan Demak. Setelah kerajaan Demak berdiri Islam tersebar dengan cepat ke
seluruh pelosok pulau Jawa keharuman nama Demak sebagai basis penyebaran Islam
di Jawa sesungguhnya tidak lepas dari peranan para Wali Songo Meskipun tidak
membawa Bendera tertentu kecuali Islam dan Ahlussunnah Wal Jamaah metode dakwah
yang digunakan Walisongo adalah Penerapan metode yang dikembangkan para sufi
Sunni dalam menanamkan nilai-nilai ajaran Islam melalui keteladanan yang baik
sebelum berucap atau berkata-kata Abdul Halim Mahmud menyatakan bahwa para wali
menyebarkan Islam di Indonesia dengan cara keteladanan yang baik bukan dengan
jalan propaganda seperti dituturkan Al Ghazali hakikat tasawuf adalah ilmu dan
amal yang menghasilkan budi pekerti yang luhur jiwa yang suci bukan ungkapan
teoritis belaka sikap keteladanan merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki
para wali yang berjiwa sufi dalam menyebarkan Islam Disamping itu para
waliyulloh juga memiliki kekuatan supranatural dalam sepak terjang dakwah mereka.
Maka dari itu tersebarnya Islam di Jawa lebih cenderung pada
pendekatan keteladanan dan jiwa kesufian yang ditampilkan oleh para wali selain
itu didukung juga dengan sifat-sifat keistimewaan luar biasa Karomah yang
diberikan Allah kepada mereka disamping kondisi masyarakat Jawa yang masih
memiliki kecenderungan spiritualitas yang tinggi.
PERHATIAN !!!
Apabila Link Rusak atau tidak bisa di download, Mohon Komentar dibawah atau hubungi Facebook saya. Terimakasih